Kamis, 13 Desember 2018

Transformasi Gelombang di Perairan Delta, Makassar

Pengetahuan tentang karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting dalam perencanaan bangunan lepas pantai, dimana data gelombang dalam waktu yang panjang sangat diperlukan. Namun demikian, pada beberapa tempat data gelombang hasil pengukuran di lapangan dalam waktu panjang biasanya tidak tersedia sehingga perlu untuk melakukan prediksi gelombang dengan menggunakan data angin.

Perairan delta muara Sungai Jeneberang yang terletak di dalam wilayah Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan perairan yang sangat strategis, karena fungsi ekonomis dan ekologisnya memberikan manfaat bagi Kota Makassar. Sejumlah penelitian dalam aspek oseanografi dan geologi telah dilakukan pada kawasan perairan Kota Makassar. Lokasi penelitian dipusatkan di sekitar muara Sungai Jeneberang, karna wilayah ini merupakan wilayah yang sangat dinamik dan mempunyai arti srategis.



Gelombang Laut Lepas

Berdasarkan letak geografis daerah penelitian, maka pantai di daerah tersebut dapat diterjang oleh hempasan gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang berhembus dari Selat Makasar, terutama pada saat angin dari arah barat daya, barat, dan barat laut. disekitar daerah penelitian terdapat beberapa pulau yang umumnya terletak diseblah barat laut lokasi penelitian. keberadaan pualu tersebut dapat berfungsi sebagai penghalang gelombang sehingga gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan bergerak menuju ke lokasi penelitian dapat tertahan oleh pualu pulau tersebut. Karena pulau pulau tersebut berada disebelah barat laut daerah penelitian, maka gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang berasal dari arah barat laut umumnya lebih kecil dar pada gelombang yang berasal dari barat dan barat daya.

Hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang pada kedalaman 20meter selama tahun 1990 sampai 2008.


Transformasi Gelombang

Berdasarkan bentuk pantai dan arah angin yang dapat membangkitkan gelombang pada lokasi penelitian, maka perhitungan transformasi gelombang dilakukan dalam 3arah yaitu arah barat daya, barat laut, dan barat. Pada saat gelombang berambat dari arah barat daya, terlihat adanya perubahan garis ortogonal gelombang yaitu arah perambatan gelombang yang membelok kekiri dan cenderung untuk tegak lurus dengan garis pantai(gambar 10a), pada saat gelombang berasar dari arah barat, arah perambatan gelombang lurus menuju ke pantai(gambar 10b), sedangkan pada saat gelombang berasal dari arah barat daya arah perambatan gelombang membelok ke kanan dan cenderung untuk tegak lurus dengan garis pantai(gambar 10c).

Perubahan arah gelombang terutama terjadi pada saat gelombang sudah dekat dengan pantai. Perubahan ini disebabkan oleh pengaruh reflaksi karena adanya perbedaan kecepatan rambat gelombang. Perbedaan percepatan gelombang terjadi disepanjang garis muka gelombang yang bergerak membentuk sudut terhadap garis pantai. Gelombang yang berada pada laut yang lebih dalam bergerak lebih cepat dari pada gelombang yang berada pada laut yang lebih dangkal.

Perubahan arah gelombang menyebabkan teradinya pengumuplan garis arah gelombang(konvergensi) pada garis pantai yang menjorok ke laut dan terjadi penyebaran(divergensi) pada garis pantai yang menjorok kedarat. Konvergensi gelombang terjadi pada lokasi C, D, E, dan F. Pantai yang mempunyai kelerengan landai(pantai Tanjung Merdeka) tinggi gelombang yang terjadi lebih besar dari pada pantai yang mempunyai kelerengan curam(gambar 10d)



Pada saat gelombang merambat dari laut lepas menuju ke pantai, maka tinggi gelombang tersebut mula-mula mengalami penurunan di perairan transisi dan di perairan yang sangat dangkal tinggi gelombang membesar secara perlahan hingga mencapai tinggi maksimum saat gelombang pecah. Penuruan tinggi gelombang mulai terjadi pada kedalaman 10m kemudian pada kedalaman 5m tinggi gelombang mulai membesar sampai pecah, dan tinggi gelombang berkurang secara drastis hingga bernilai nol pada garis pantai seperti diperlihatkan pada Gambar 11. Perubahan tinggi gelombang yang terjadi selama menjalar dari laut lepas ke pantai disebabkan oleh pengaruh shoaling dan refraksi karna adanya perubahan kedalaman laut. Hasil ini menunjukkan adanya kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balas dan Inan (2002) di Pantai Turki yaitu pada saat gelombang tiba di Pantai, tinggi gelombang mengalami peningkatan sampai gelombang pecah. Perbedaan model ini dengan model yang dibuat oleh Balas dan Inan (2002) adalah model ini menggunakan persamaan CEM yang dibangun oleh US Army Corps of Engineers, sedangkan dalam model Balas dan Inan (2002) menggunakan persamaan Mild Slopes.


Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah yang diperlihatkan pada Gambar 12 dilakukan dengan menggunakan tinggi gelombang laut lepas : Ho=0,69 , Ho=0,98, dan Ho=1,56m. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa untuk input Ho= 0,69m , maka tinggi gelombang pecah berkisar antara 0.77 sampai 0.79m, untuk input Ho=0,98m , maka tinggi gelombang pecah yang terjadi berkisar antara 1.18 sampai 1.21 m, untuk input Ho=1,56m , maka tinggi gelombang pecah yang terjadi berkisar antara 1.86 sampai 1.94m.

Hasil perhitungan tinggi gelombang pecah, secara umum menunjukkan kecenderungan yang sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdallah (2006) yang mengamati transformasi gelombang di Tanjung Rosetta, teluk Abu-Qir. Tinggi gelombang pecah pada kedua sisi Tanjung Rosetta hampir sama. Untuk tinggi gelombang laut lepas 1m, gelombang pecah terjadi pada kedalaman air laut sekitar 1,7m dengan tinggi gelombang pecah 1,5m. Dalam penelitian model ini transformasi gelombang menggunakan persamaan CEM dan kriteria gelombang pecah menggunakan persamaan Horikawa(1988), sedangkan pada model Abdallah(2006) menggunakan program ACES.



Lebar daerah dangkalan (surf zone) tergantung pada tinggi gelombang yang datang dan kelerengan pantai. Semakin tinggi gelombang yang datang, maka semakin besar lebar daerah dangkalan dan semakin kecil kelerengan pantai maka semakin besar lebar daerah dangkalan. Lebar daerah dangkalan di sepanjang pantai lokasi penelitian diperlihatkan pada Gambar 13.

Lebar daerah dangkalan untuk tinggi gelombang Ho=1,56m lebih besar daripada Ho=0,69m dan Ho=0,98 m. Untuk tinggi gelombang laut lepas Ho= 0,69m , lebar daerah dangkalan berkisar antara 170 sampai 790m, untuk tinggi gelombang laut lepas Ho= 0,98 m , lebar daerah dangkalan berkisar antara 245 sampai 840m dan untuk Ho=1,56 m , lebar daerah dangkalan berkisar antara 275 sampai 880m. Pada Gambar 12 terlihat bahwa lebar daerah dangkalan pada lokasi C,D,E lebih besar daripada lokasi A,B,F, dan F. Hal ini disebabkan karena kelerengan pantai pada lokasi C,D,E, lebih kecil dibandingkan pada lokasi A,B,F,dan G.


Model numerik yang digunakan untuk memprediksi parameter gelombang laut lepas yang dibangkitkan oleh angin menunjukkan bahwa hubungan antara angin dan gelombang sangat perlu diteliti secara kontinu untuk mengetahui karakter gelombang suatu perairan. Hasil simulai menunjukkan bahwa tinggi gelombang rata-rata bulanan yang terjadi di lokasi penelitian selama 19 tahun sangat bervariasi. Tinggi gelombang umumnya lebih besar pada bulan Desember-Februari(musim barat) dibandingkan pada bulan Juni-Agustus(musim timur). Arah gelombang cenderung konvergen pada pantai yang menjorok ke laut, sedangkan pantai yang menjorok ke darat cenderung divergen. Hasil simulasi transformasi gelombang dari laut lepas ke garis pantai dengan menggabungkan efek shoaling dan refraksi gelombang terhadap perubahan bentuk gelombang yang menjalar dari laut lepas menuju pantai di atas batimetri yang tidak seragam menunjukkan adanya perubahan tinggi gelombang dan arah gelombang pada saat merambat dari laut lepas ke garis pantai. Pantai yang mempunyai kelerengan landai mempunyai tinggi gelombang yang terjadi lebih besar daripada pantai yang curam.